Kepadamu adikku, yang teramat aku sayangi.

Surat pendek ini sengaja aku tuliskan untukmu. Agar kamu belajar dari hal-hal yang sudah aku pelajari, disepanjang hidupku hingga hari ini. Maka, bacalah setiap paragraf surat ini dengan baik. Semoga kata-kata yang aku pilihkan di setiap kalimatnya tidak membuatmu berat untuk memahami maksud yang ingin aku sampaikan.

Dik, kalau saja kamu bisa melihat, bagaimana raut bahagia ayah, juga ibu, pada saat mendengar jeritan tangismu yang seketika melenyapkan resah di hati kami, kamu pasti tidak akan pernah rela mengubah ekspresi itu menjadi selain lebih bahagia. Meskipun aku yang pada saat itu belum benar-benar memahami bahagia yang dirasakan oleh ayah dan ibu, aku pun turut merasakan energi bahagia itu, yang malu-malu meranik pakaian Ayah, dengan maksud menggendongku untuk melihatmu lebih dekat.

Dik, semakin kamu menjadi dewasa, pasti kamu akan merasakan, perubahan perlakuan ayah dan ibu kepadamu. Mungkin jika kesalahan-kesalahan kecil yang kamu lakukan dahulu, bisa menjadi bahan mereka untuk tertawa bahagia. Berbeda dengan sekarang, satu kesalahan yang kamu lakukan, barangkali akan menjadi pembahasan panjang dibandingkan dengan sembilan kebenaran yang sudah kamu perjuangkan. Tenang saja dik, bukan hanya kamu yang mengalami hal seperti itu. Tapi juga aku, kakakmu, dan bahkan mungkin juga orang-orang di luar sana yang seumuran denganmu. Jika kamu menjadi lebih dewasa nanti, barangkali tanpa sengaja kamu juga akan melakukannya. Maka dengarkan aku. Pada saat seperti itu terjadi kepadamu, tersenyumlah, dan dengarkan nasehat demi nasehat yang dikeluarkan oleh ayah dan ibu. Ketahuilah dik, ayah dan ibu sebenarnya tidak menyalahkanmu, mereka hanya berharap kamu bisa melakukan segala hal dengan lebih baik, karena mereka percaya kepadamu bahkan mungkin melebihi raca percayamu kepada dirimu sendiri.

Dik, setiap anak adalah kebanggaan terbesar bagi setiap orang tua. Maka, jadilah teladan yang baik hari ini untuk dirimu di hari kemarin. Tetaplah tangguh dengan kebaikan, meski ada banyak godaan bagi keburukan. Sesungguhnya, di setiap doa ayah dan ibu, siang ataupun malam, selalu penuh dengan nama kita, penuh dengan harapan-harapan bagi kebaikan kita, maka ingatlah selalu untuk berbuat kebaikan. Menjaga hal-hal baik di setiap ucapan serta perbuatan kita, adalah juga untuk menjaga kehormatan ayah dan ibu kita.

Dik, suatu saat, mungkin kamu akan bertemu dengan situasi dimana minat dan bakatmu berbanding terbalik dengan harapan karir yang diinginkan ayah dan ibu untukmu. Jangan buru-buru berdebat sengit karena itu. Ketahuilah dik, setiap harapan yang ayah dan ibu tujukan kepada kita, selamanya adalah agar kehidupan kita dilimpahi kebahagian. Termasuk juga dengan karir. Tentu saja ayah dan ibu berpikir, semakin baik karirmu, maka akan semakin baik pula finansialmu, hingga akan semakin bahagia hidupmu, karena jauh dari kesusahan. Kesusahan inilah yang pernah ayah dan ibu hadapi dan tidak ingin itu terulang kepada kita, termasuk kepadamu. Sehingga, mereka akan memilihkan karir yang menurut pengamatan mereka paling mampu membuat kita bahagia. Meski pasti, kebahagian terlalu kecil jika hanya dihargai dengan uang. Walaupun begitu, cobalah untuk menundukkan kepalamu Dik. Utarakanlah pendapatmu dengan sebaik-baiknya kepada ayah dan ibu. Jikapun hasilnya ayah dan ibu tetap bersikeras untuk diikuti keiginannya. Maka, cobalah untuk menundukkan ego, dengan menuruti mereka. Namun, jangan pula membunuh minat dan bakatmu. Jika menurutmu passionmu di bidang yang bersebrangan sekalipun, cobalah membagi waktu untuk mengerjakan keduanya. Jika kamu benar-benar menyukai sesuatu, kamu pasti bisa membagi prioritasmu, apapun kesibukan lain yang kamu punya. Teruslah seperti itu, hingga tiba saat dimana ayah dan ibu bisa melihat, hal apa yang ternyata benar-benar mampu membuatmu bahagia.

Dik, mungkin saja selama tumbuh besar bersama-sama denganmu, aku belum mampu menjadi sosok kakak teladan yang patut kamu contoh seutuhnya. Aku menyadarinya, dengan melirik setiap waktu yang kita habiskan bersama. Begitu banyak kesalahan dan kepayahan yang sudah aku lakukan selama ini. Namun begitu, aku selalu berharap, kamu bisa belajar dari apapun yang telah aku sampaikan kepadamu termasuk dari isi surat ini. Seburuk-buruknya sikap yang aku punya, aku selalu berdoa bagi kebaikanmu dik. Semoga jika aku melakukan kesalahan, kamu bisa belajar dan melakukan kebenarannya saja.

Dik, sekarang aku sudah jauh lebih dewasa dibandingkan ketika masih menggendongmu dan juga saat kau ajak bermain bersama-sama. Barangkali, sebentar lagi aku tidak akan tinggal bersama-sama denganmu juga ayah dan ibu. Maka tanggungjawabku, akan beralih kepadamu. Dengan begitu, ingatlah untuk terus memperbaiki diri dik. Cobalah untuk tidak lagi terlalu bermanja, dan mulailah mejadi lebih dewasa. Aku yakin, kamu adalah anak ayah dan ibu yang terbaik, maka perlakukanlah ayah dan ibu sebaik mungkin. Turuti keinginan mereka semampumu. Prioritaskan harapan mereka dari segala egoismu. Yakinlah, jika kamu mampu membuat mereka bahagia, batinmu akan jauh lebih bahagia dari yang kamu duga.

Dari kakak yang selalu menyayangimu.

Sumber : Akun saya di penna.id/@aisyah

2 thoughts on “Surat untuk Sang Adik

Leave a comment